01 March 2018

Kesan-kesan Sebulan (lebih) di Finland

Masih lanjut dari kesan-kesan tinggal di mari yang semakin basi karena nulisnya ditunda-tunda ahahahahaha...

Pajak
Jadi, baru kemarin gw ngalamin tax mishap. Tenang, sekali lagi gw harus menekankan, duitnya ga kemana-mana dan bakal dibalikin di akhir jaman tahun tapi ya tetep aja sistemnya kok bikin kzl. Mana pun gw kan golongan #SobatKizmin dan #PelitUnited, apalagi di awal-awal orang pindah tempat tinggal kan pengeluaran lagi banyak-banyaknya buat beli panci. Soalnya di mari nggak ada emak-emak ngasih kredit panci buat dicicil dua belas bulan. Hyuk.

Oke, kembali ke pajak, apa yang terjadi? Ada dua hal yang bikin kesel, pertama sistemnya yang bikin gw bayar pajak dalam satu bulan dalam jumlah yang tidak manusiawi dan kedua soal tarif pajak yang tampak ditetapkan berdasar siapa petugas pajak yang melayani dan gimana suasan hati petugas tersebut. Kita mulai dari hal yang kedua *lha?!* Alkisah, ada lima orang yang punya posisi sama dengan penghasilan sama, yang berbeda hanyalah amal-amalan di mata Allah gender dan negara asal. Ketika seseorang baru pindah, orang tersebut harus pergi ke kantor pajak untuk melaporkan penghasilan dan mengetahui berapa persen potongan pajaknya. Satu orang kebetulan sampai lebih dulu dan pergi kantor pajak, empat orang sisanya pergi bersama sekitar dua minggu kemudian. Apa yang terjadi? orang pertama tarif pajaknya xx% dan empat orang sisanya kena tarif xx.5%. Warganet yang bergelimang harta be lyke, "Duileeee Ning, setengah persen doang bedanya." Lah, biarpun setangh persen tetep aja kan duit, halal pulak, dan yang paling penting adalah pertanyaan gimana ini petugas pajak ngejalanin kerjaannya? Manusia emang tempatnya khilaf, tapi ya gimana dong ini, ngok! Palingan nanti balik lagi ke kantor pajak.

Untuk hal yang pertama sih gara-gara sistemnya. Menurut orang lokal, hitungan pajak ada dua cara, yaitu dihitung berdasar penghasilan bulanan atau berdasar penghasilan tahunan. La, sama aja dong? Nggak juga, untuk mereka yang penghasilannya nggak tetap per bulan, lebih baik hitungan dilakukan berdasar tahun dan untuk yang punya penghasilan tetap lebih baik berdasar bulan. Untuk kasus gw, perhitungan dilakukan berdasar bulan. Ternyata, tarif pajak itu naiknya progresif berdasarkan jumlah uang yang diterima tiap bulannya. Kalau pemasukan per bulan tidak lebih dari x, maka pajakanya sebesar y. Begitu penghasilan naik di atas x, pajak naik 3x lipat. Tiga kali lipat, bhayangggkaaannnn!!!!*ala-ala ESQ* Karena pemasukkan gw di Bulan Januri gw terima di Bulan Februari dan penghasilan Bulan Februari pun gw terima di Bulan Februari, total uang yang masuk lebih dari batas maksimum x, walhasil gw kena pajak 3x lipat. Kan teleque banget tuh!!! Kemuadian warganet melontarkan pertanyaan, "Kenapa juga pemasukkan Januari lo terima di Februari?" Seperti yang sudah gw ejawantahkan di sini, bikin rekening bank makan waktu dua minggu, sehingga di Bulan Januari gw belum punya rekening lokal. Ya pihak yang majakin mana peduli kalau ini gara-gara gw belum punya rekening atau gw menghadapi kenyataan pahit bahwa Bulan Januari gw ga ada pemasukan untungnya ada om-om sugardedi yang support gw!! 

Gara-gara gw ngomongin soal pajak ini secara menggebu dan lebay di Twitter, emak gw yang follow gw akhirnya membanjiri gw nasihat relijieus dan golden ways mengenai kesabaran. Hvft. Padahal namanya juga orang di Twitter, keliatannya ngamuk boleh jadi ngetwit sambil ngupil dan kayang. Keadaan gw kurang lebih...


Housing
Karena gw pernah tinggal di Negara Eropa lain, nggak mungkin gw nggak bikin perbandingan karena gw punya point of reference. Secara harga, lebih murah karena jaman di Landa dulu gw tinggal di satu koridor dengan delapan kamar dan sharing facilities, gw bayar sekitar €230. Sedangkan sekarang, gw sharing dengan satu orang dengan kamar lebih besar toilet, kamar mandi, dan dapur (nggak ada living room atau dining room yak), gw bayar €250. Kalau diliat dari perbedaan harga, ukuran kamar, dan jumlah orang yang tinggal bareng untuk share fasilitas, dan adanya sauna; deal sekarang tampak lebih baik. Tapiiiii, tunggu dulu. Di landa dulu mesin cuci ada di setiap koridor, artinya gw hanya perlu berbagi mesin cuci dengan tujuh orang lainnya. Sekarang, jumlah apartemennya 50 unit, 1 unit untuk dua orang. Kalau semua terisi, akan ada 100 orang. Seratus orang dengan satu mesin ceci dan satu mesin pengering yang mana setiap orang yang mau nyuci harus booking waktu dengan cara isi form  yang ditempel di papan pengumuman dengan waktu maksimal per orang adalah dua jam per minggu. Okelah untuk hal ini, yang bikin kesel adalah lo perlu token untuk nyuci seharga €17 untuk sepuluh token #SobatKizminKeluh. Okelah harus beli token kayak di film-film, yang bikin males adalah token harus dibeli di kantor housing di pusat kota yang mana sekitar setangah jam jalan kaki dari sini...bbbzzztttt. Kenapa nggak bikin vending machine buat token di setiap housing? Pengurus housing datang tiap minggu buat ngecek-ngecek dan pasang form booking mesin cuci (dan form booking sauna) kenapa nggak sekalian ngeluarin token yang udah numpuk di sistem mesin cuci, terus pindahin ke vending machine ala-ala yang nantinya penghuni apartemen bisa beli pake ATM. Brilian ga sih gw???? *nggaaaakkkk!!!!*

Dari semua tetek bengek, puncak ketidaksukaan #SobatKizmin ada pada perhitungan sewa kamar. Tanggal berapapun lo masuk kamar, lo akan dicas tarif sebulan. Lo masuk tanggal 1 atau masuk tanggal 29, tetep aja lo harus bayar bulan tersebut full. Di mana letak keadilan?!?!?!?!

Toilet
Gw nggak tahu apakah ini tipikal kota gw atau gimana, tapi toilet di sini ada semprotannya. Sungguh impian orang Asia sejati!!!


Sejauh ini gw menemukan semprotan ini di kantor gw, apartemen gw, sampai toilet umum di supermarket. Tapi gw nggak menemukan semprotan ini di toilet bandara, makanya gw nggak tahu apakah ini tersebar di seluruh negara atau hanya di kota gw. Wallahualam.

Orang-orang
Hmmmm, gw nggak banyak kenal orang lokal :))). Tapi gw merasa kalau orang di sini mungkin kurang pas kalau dijadikan acuan orang lokal. Tempat gw tinggal ini region bilingual, Finnish dan Swedish, sebagian merasa lebih ke Swedish dan sebagian merasa lebih Finnish. Bahkan tradisi Easter-nya pun beda. Saat Easter, anak kecil akan mengetuk pintu tetangga untuk minta permen (bak Trick or Treat di Halloween). Untuk mereka yang 'Finnish', mereka melakukan seminggu lebih awal, setelah itu baru deh anak-anak 'Swedish' (atau sebaliknya?). Secara pribadi, gw selalu punya kepercayaan bahwa orang yang bisa bicara bahasa di luar bahasa ibu-nya punya kecenderungan lebih terbuka, tapi nggak tahu juga dengan orang-orang di sini. Tapi yang pasti, karakter orang di sini pastinya nggak beda jauh dengan orang Nordik lainnya, reserve dan personal space adalah segalanya. Bukan berarti nggak ramah juga (meski standar keramahan orang Asia nggak bisa dipake).


Orang lokal nunggu bus. Kalau tiba-tiba ada antrian yang rapet pet pet, mungkin ada orang Asia nyempil :)).
Pic taken by my friend.


Harga
Nggak usah dibahas, apa-apa mahal. Gw kira denga pindah ke sini gw akan mendapati harga seafood yang murah dan gw akan mengalami salmon galore. Nope, nada!! Ujung-ujungnya makan tuna kaleng atau telur :))). Selain itu, online shop tidak menjamur seperti di NKRI atau Singaparna. 

***

Yasuw, segini aja. Intinya sih, di mana pun tinggal, akan selalu ada plus dan minusnya ga mungkin sempurna karena kesempurnaan hanya milik Tuhan, I don't buy Nordic utopian dream and I never appreciate Singapore more to the level that I actually miss that country :))).

2 comments:

  1. Bahagia banget itu toiletnyaaaaa :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebahagiaan hqq orang Asia. Tisu buat ngeringin, bukan buat bersihin :)))

      Delete