06 January 2017

Singapura dan Label Halal

Sebagai muslimah soleha, pengennya bisa mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya *terbuku agama jaman SD*, salah satunya soal makanan. Biar geblek begini, gw kalau makan masih agak pilih-pilih.

(((agak)))

Meskipun gw mah nggak strik dan sangat nggak bisa dijadikan panutan sebagai muslimah, go judge me 8)))). 

Hal yang gw acungi jempol dari Singapura sebagai negara sekuler adalah kejujuran mereka soal makanan. Meski sekuler dan adzan nggak boleh berkumandang, dan orang-orangnya banyak yang kamfretz, tapi mereka ini jujur dan menghormati hak-hak elo sebagai individu dan penganut suatu agama. Salah satunya mungkin karena penganut Islam di sini tergolong banyak juga sih. Misalnya yang satu ini:

Informasi kayak gini sangat umum dan sangat nolong :)
pic from here
Keterangan di atas bisa ditemui dari salah satu jajanan kenamaan di Singapura. Meski kalau buat gw sih dangerously expensive lebih menggambarkan, ketimbang slogan mereka dangerously addictive *pelit tak bertepi*

Ditilik dari Islamic diet restriction, ada beberapa jenis kategori tempat makan di Singapura:

Halal certified
Ini mah udah jelas ya. Tempat makan tersebut punya sertifikat halal. Untuk apply ini pun ada syaratnya (yang mana gw ga tau syaratnya apa aja sih), salah satunya punya pegawai yang beragama Islam minimal 2 orang (?!). Pokoknya amanlah, halal.

Sedang dalam proses
Sedang dalam proses untuk mendapatkan sertifikat halal ini bisa terjadi pada tempat makan yang baru buka atau tempat makan yang sedang meperbaharui sertifikatnya. Biasanya mereka mencantumkan keterangan ini supaya pengunjung merasa tenang.

Tidak punya sertifikat tapi halal 
Ini nggak punya sertifikat tapi kok halal? Gimana sih maksudnya? Jadi begini, menu yang disajikan adalah menu yang halal, hanya saja tempat tersebut nggak mendaftarkan diri untuk mendapatkan sertifikat halal, kenapa?  Bisa jadi alasan ekonomi karena untuk dapat sertifikat halal pasti ada biayanya dan sertifikat tersebut hanya berlaku sampai kurun waktu tertentu dan perlu diperpanjang setelah kadaluarsa. Alasan lain adalah penjualan alkohol di tempat makan tersebut. Menunya memang halal, tapi mereka menyediakan minuman beralkohol, hal ini bikin nggak eligible buat dapet sertifikat halal.

No pork no lard
Ini untuk tempat makan yang menunya nggak mengandung babi-babian (daging, lemak, kaldu, etc) tapi nggak halal di mana dagingnya nggak disembelih berdasar aturan Islam. Mereka biasanya mencantumkan keterangan ini juga di tempat makannya, karena orang cem gw ketemu tempat makan kayak gini ya gw shikatttt!! Told ya’, go judge me 8)))

Berbabi
Ini udah jelas lah ya, menunya macem-macem, termasuk babi. Kalau kita pergi makan, kadang kita nggak yakin juga tempat makannya masuk kategori mana, tanya aja, karena orang-orang di sini paham sama muslim dietary restriction. Kadang kita nggak nanya dan main masuk aja, pegawainya biasanya pada sigap kok untuk ngasih informasi apakah tempat makan tersebut masuk kategori no pork no lard atau memang berbabi atau halal tapi tak bersertifikat. Mereka jujur dan fair, setelah ngasih informasi, ya pilihan di tangan konsumen, mau lanjut makan atau cus cari tempat lain.

Orang lokal non Muslim pun paham dengan restriksi ini. Gw kalau lagi jalan sama orang-orang sini jatuhnya jadi faktor pembatas buat mereka, mereka harus ngikut restriksi gw dan ikut makan makanan yang halal *atau at least no pork no lard:)))*, untung pilihan banyak dan mereka pun suka dengan masakan Melayu/Indo/India/Timur Tengah.

Gw rasa sih ini fair dan kejujurannya patut dicontoh. Ya di Indonesia sih cenderung aman karena rata-rata proses penyembelihan dilakukan secara islam, jadi selama nggak berbabi, ya bisa diasumsikan itu halal. Ya kalau apa-apa musti dipakein sertifikat halal kan repot juga *hello makanan kucing halal dan telur ayam halal. Frikkin' lebay!!*, yakali warteg mau daftar sertifikat halal ke MUI dengan segala keribetannya dan masih ngeluarin biaya juga. Buat gw sih yang paling penting penjualnya jujur dan mau kasih informasi terhadap konsumen. Beberapa waktu silam gw sempet denger ada kehebohan karena ada pedagang bakso babi dan diminta berhenti jualan. Kenapa musti heboh dan minta berhenti jualan sih? Harusnya ukhti dan akhi yang suci dan aku penuh dosa *ditoyor awkarin&yanglek* bersyukur dong, penjualnya jujur kalau yang dijual bakso babi, kan jadi nggak terjebak untuk beli dan bisa pilih untuk beli makanan lain, yenggak?

2 comments:

  1. ini bener banget.. ada juga resto babi tapi disuruh tutup di bulan puasa.. kan ndak mikir ya itu yang suka nutup2 itu.. -_-"

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kenapa juga resto babi kudu tutup pas bulan puasa? kan pada awalnya pangsa pasarnya resto babi emang bukan orang yang punya kewajiban puasa...ppffttt

      Delete