03 September 2016

Orang Singapura

‘Orang sini banyak yang nggak open minded, ya nggak?’

-D/temen lokal/aslinya dari Cina daratan/orang tuanya jadi WN Singapura/dese pindah pas umur 8/mengidentifikasi dirinya sebagai orang Singapura karena, ‘Dari kecil gw kan udah di sini, kelakuan lebih mirip orang sini daripada orang Cina, gw bahkan sering nggak ngerti jalan pikiran orang Cina, gw ngomong Singlish dan gw pun melakukan NS.’-

Setelah dia ngomong hal tersebut, dia masih nerusin, ’Coba deh liat, orang-orang sini tuh ya udah hepi-hepi aja living in their small world, literally in this small country and their ‘small’ world. Ga ngeliat (kemungkinan) apa yang ada di luar sana.’ Terus gw tanya, 'Elo sendiri gimana? Mau hidup di luar Sg? Balik Cina misalnya?' yang kemudian dia jawab, 'Ya nggak masalah, kenapa nggak?' Okeee dehhh.

Hmmmm gw pengen bilang setuju sama pernyataan dese, tapi agak susah juga sih mengidentifikasi hal seperti ini, apalagi gw juga ga punya banyak teman orang lokal. Ehm, pada dasarnya gw emang ga punya banyak teman. Istilahnya, I know a lot of a lot of a lot of people, but I only have few friends. Ehe. Beda sama waktu jaman kuliah dulu, setiap hari pasti ketemu banyak mahasiswa Landa, yang sedikit banyak bikin kita apal mereka ini kayak apa.

Meskipun demikian, gw mengamini juga apa yang D bilang, terutama di bagian, ‘Orang-orang sini tuh ya udah hepi-hepi aja living in their small world, literally in this small country and their ‘small’ world. Ga ngeliat (kemungkinan) apa yang ada di luar sana.’ Kenapa? Salah satu komentar yang paliiingggg sering gw denger dari orang lokal adalah terhadap gw adalah, ’Wow you are so brave.’ Biasanya gw cuma ketawa dan percakapan akan berlanjut: 

Gw: ‘Apalah, Singapura sama Indonesia itu deket, kalau tiba-tiba gw kangen, gw bisa pulang kapan aja. My hometown is an hour and half by plane from here.’ 
Orang lokal (OL): ‘Okelah it’s close, but you are alone here. You almost know nobody and arrange everything by yourself.’
Gw: ‘Ya, but am adult *cieee, situ adult Ning?! ;p*, can do lah, previously I did my master in NL.’
OL: ‘In NL? Why NL? It’s so far mah. Are you alone as Indonesian?’
Gw: ‘Ya because that’s what i always wanted to do. I got scholarship, an opportunity, why not? That's not merely about knowledge you get in the classroom, it’s the experience outside classroom that matters most *halahhh, sok bijak*. Yes I was alone when I left Indonesia, but then I met many Indonesians there, not big deal.’
OL: ‘Wah, still, you’re so brave mah.’

*mah-meh-mah-meh, emang aku mamah-mu, hih!*

Dari percakapan model begini yang terjadi berkali-kali, kerasa banget bahwa merantau dan hidup di luar negaranya sendiri bukan sesuatu yang umum atau bukan pengalaman yang ingin didapatkan oleh orang-orang lokal (gw bilang merantau ya, bukan traveling atau jalan-jalan, hal yang beda itu). Beda banget kan sama orang kita, orang kita mah semangat bok kalau soal merantau, baik skala lokal mau pun internasional. Berapa banyak orang kita yang sejak SMA udah terbang pindah pulau buat sekolah di tempat yang lebih baik. Kuliah ga usah ditanya, gw ketemu banyak temen yang nyebrang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lainnya. Lanjut ke jenjang yang lebih tinggi, semangat merantau semakin tinggi, luar negeri ya mak! Entah di Asia cem Singapura, atau nyebrang benua cem Aussie, Ameriki, atau Eropa. Umum, sungguh sangat umum di antara orang-orang Indonesia. 

Nah, spirit merantau dan cari pengalaman baru di luar negaranya kayaknya jarang gw temui di sini (jarang ga berarti ga ada ya) . Setelah gw inget-inget, gw nggak nemu satu orang Singapura-pun ketika gw di Landa. Okelah, mungkin berbagai faktor berperan juga, emang pergaulan gw kurang luas ditambah emang penduduk Singapura yang cuma seiprit jadinya kemungkinan ketemu mereka semakin kecil. Tapi kayaknya mereka emang bukan tipe perantau deh ah.  Kalau pun mereka merantau, biasanya mentok di Amerika dan Australia. Untuk Australia, biasanya agak-agak pelarian sih. Ketika nggak keterima di universitas bagus di Singapura, mereka biasanya kabur ke Aussie, banyak anak kedokterannya nih. Australia dipilih karena kualitas pendidikan yang mereka rasa cukup oke dan biaya yang kurang lebih sama dengan ketika mereka berkuliah di Singapura. Untuk Amerika, entahlahya, tapi menurut analisis abal-abal dari gw, salah satu alasannya ya mungkin karena universitas di mari banyaknya punya kerja sama dengan universitas di Amerika, dengan sistem seleksi yang mirip-mirip (GRE, SAT, dan lain-lain), jadi ya udah kayak ‘seperguruan’. Tapi, menurut orang-orang sini, mereka menjadikan Amerika tujuan untuk merantau karena mereka suka dengan kultur Amerika. Biasanya orang-orang ini adalah golongan yang merasa ada yang salah dengan orang-orang dan negaranya.  Mereka bilang, ‘Oke, Gw emang belum pernah ke Amerika, tapi setahu Gw, orang-orang Amerika itu open minded dan Gw suka dengan kultur mereka. Orang Amerika itu passionate dan antusias dengan apa yang mereka lakukan. Coba Lo liat, sehari-hari dalam pekerjaan dan hal lainnya, orang Singapura tuh nggak punya antusiasme, kalau mengerjakan sesuatu ya dikerjakan karena emang harus, gitu doanglah pokoknya.’ Hal lain yang menguatkan bukti bahwa mereka ini sangat Amerika minded adalah tipe percakapan seperti ini:

OL: ‘You got master?’
Gw: ‘Ya.’
OL: ‘In Indonesia?’
Gw: ‘No.’
OL: ‘Oh, here in Singapore?’
Gw: ‘No.’
OL: ‘Oh I know, must be in State?!
Gw: ‘Nooooo. Why should it be in State?’

Amerika!!!

Merantau, jauh, dapet pengalaman mah kurang penting, yang penting kerja, investasi dan nimbun harta. Kayak tulisan Mba Leija beberapa tahun lalu, di mana dia bilang temen suaminya banyak yang masih belum mau kawin karena masih sibuk nimbun harta. Sama kayak si D, kalau jalan sama dese, pasti ngomongin harga saham, bisnis plan, dan tiap ada mobil keren, 'Remember Bening, two years from now I'll get that.' *seraya nunjuk mobil* Oke deeehh.

Ya begitulah, negara tetangga, tapi kulturnya beda *rhyme*  

No comments:

Post a Comment