22 February 2016

Antibiotik

Beberapa hari kemarin adik gw ngetwit kalau dia flu dan disuruh minum antibiotik sama orang tua gw (orang tuanya adik gw juga. YAIYALAH). I was like...


Alkisah, bapak gw adalah penggemar berat antibiotik. Yes he is. Gw sampe bosen dan kehabisan kata buat ngasih tahu jangan pake antibiotik sembarangan!! Pokoknya kalau udah ada gejala sakit (sakit sehari-hari cem flu, radang tenggorokan, demam-demam kecil), dia akan pergi ke apotek terdekat beli antibiotik, minum obatnya, dan berhenti minum setelah ngerasa baikan. Ya envelope, that's wrong. So wrong at any level!! 

Pertama, dia beli antibiotik sendiri. Artinya, dia beli asal antibiotik yang ada di apotek, tanpa resep dokter. Menurut penerawangan gw sih, paling sering Amoxcillin, populer abis. Salah banget ngobatin diri sendiri. Mana tahu ternyata sakitnya bukan gara-gara bakteri, tapi virus. Terus minum antibiotik, ya pasti ada golongan bakteri tertentu yang mati, kalau mereka bakteri baik yang menunjang fungsi tubuh, gimana?! Pun kalau pun gara-gara bakteri, antibiotik kan kerjanya spesifik untuk (beberapa) infeksi bakteri tertentu, lha ini sakitnya gara-gara bakteri X malah minum antibiotik yang nyerang bakteri Y, gimana ituhhh??? Lagi-lagi kalau ternyata bakteri Y itu bakteri baik dan yang terjadi malah kepunahan bakteri baik kan sayang banget. Jangankan yang tanpa resep dokter, yang udah pake resp dokter aja masih bisa bahaya. Lo infeksi gara-gara bakteri X,  dokter kasih antibiotik yang nyerang bakteri X tapi dengan efek samping nyerang juga bakteri Z. Sebenernya kalau bakteri Z mati nggak pengaruh langsung sama badan elo, tapi dari kepunahan bakteri Z ternyata bikin populasi bakteri A tumbuh nggak terkendali. Eh, bakteri A ternyata patogen/bakteri jahat buat badan dan bikin terinfeksi jenis penyakit lain. Mumet nggak tuh? Mumet kan? Ya makanya jangan asal beli antibiotik sendiri. Etapi kenapa juga apotek masih ngelayanin sih?!?!?! Kenapa nggak ditolak kalau tanpa resep dokter. Why oh why??

Kedua, dia minum sampe merasa sembuh terus berhenti minum. What a perfect action in building bacteria resistance inside his body. Sampe bosen gw ngomongnya. Selain kerjanya spesifik pada infeksi tertentu, antibiotik juga kerja dengan dosis tertentu, makanya setiap ke dokter, apoteker bakal  wanti-wanti, 'Ini antibiotiknya dihabiskan ya, obat lain kalau gejala udah hilang bisa distop.' Karena dokternya udah mikirin dosis yang pas untuk menghajar bakteri tersebut. Minum kurang dari dosis itu, bakteri cuma puyeng-puyeng dikit dan malah jadi kuat. Jadi kalau ada yang istilah "what doesn't kill you makes you stronger" yes indeed, correct 100%  when it comes to bacteria and antibiotic relationship. Bakteri yang survive ini bakal punya mekanisme mempertahankan diri dari suatu antibiotik, nggak nyampe di situ, mereka juga bisa menransfer mekanisme tersebut ke bakteri jenis lain untuk kemudian sama-sama punya resistensi terhadap jenis antibiotik tertentu. Maka mereka pun resisten secara berjamaah supaya dapat pahala 27 kali lipat.

Sebagai anak, gw merasa gagal, pret. Gw tahu hal ini dari duluuuuuuuu, gw bilang tentang ini dari duluuuuuuuu, tapi ya gitu deh. Sering ketika gw sakit (biasalah, sakit sehari-hari cem meler, anget, batuk, dsb) babeh gw ribut, 'Mbok ya minum antibiotik.' YHA. Sejak gw belajar sedikit tentang bakteri pas tingkat dua kuliah, gw jadi paham kenapa ga boleh sembarangan sama antibiotik. Kalau memang nggak perlu, ya ngapain minum, toh kita juga jadi ngelatih sistem imun kita untuk ngelawan hal remeh-temeh yang terjadi sama badan kita. 

Selain gara-gara jaman kuliah tingkat dua, dendam terhadap dokter di Landa pun membuat gw semakin berusaha buat sehat dan kalau pun sakit, tunggu dulu sebentar dan kalau memang perlu baru ke dokter dan minum obat (esp. antibiotik). Apa pasal? Seperti yang pernah gw ceritakan (iya kan gw pernah cerita? ingatan level: jongkok), pada suatu hari gw kena kaligata/biduran/urtikaria mbuh apa namanya. Gw pun yang wujudnya nggak karuan semakin menjadi nggak karu-karuan, udah gatel, merah, panas, bengkak, bengep juga. Ditambah bikin janji sama dokter pun rempong, eh giliran udah sampe dokter gw nggak dijamah cobakkkk *ini nyeritain pergi ke dokter atau apa sih? kok minta dijamah*, cuma diliat sambil dicolek dikit lalu bilang, 'Ini nggak bahaya, cuma nggak nyaman aja. Udah sana pulang, istirahat dan banyak minum, kamu masih muda.' Kurang ajyarrr!!! Iya gw tahu itu nggak bahaya, tapi gatel, panas, bengep, mana lagi winter kan kombinasi yang warbiyasak, ya mbok dikasih apa kek. Ini cuma dikasih kata mutiara doang. Sejak saat itu, gw berusaha buat sehat tapi tetep males dan kurang motivasi buat olahraga dan hobi ngemil ciki dengan kadar micin tak terkendali dan nggak serta-merta ke dokter kalau lagi sakit.

Intinya? Ga usahlah minum-minum antibiotik sembarangan. Kesimpulan yang singkat dan padat tapi pembukaannya panjang ga kira-kira. Nggak apa-apa. 

No comments:

Post a Comment