I am a professional angcot (antapani-ciroyom) passenger ,
tapi ya bukan golongan yang nggak pernah ngerasain naik kopaja, metro mini atau
KRL. Kalau dibilang sih, ketiga alat transportasi tersebut sama aja kejamnya,
lha wong keberadaannya di Jakarta kabeh. Ya KRL lebih luas lah cakupannya. Tapi
sekarang lagi pengen aja ngomongin KRL. Meskipun pengalaman gw naik KRL cuma seujung
kuku, sekali-kali doang, tapi cukuplah buat membentuk mental. Mental
misuh-misuh tentunya *tampar*.
Turun-naik penumpang
Ini ngehek, pun merupakan salah satu indicator ter-developing
country *yes, bitch me please am that person who comes from developing country
yet joking and swearing about developing country itself* *toyor*. Penumpang yang mau naik nggilani parah nggak
mau ngalah banget sama yang mau turun. Lha ya di mana-mana juga yang mau turun
dulu keles yang didahulukan. Yang mau turun baru mau ngelangkah udah diseruduk
penumpang yang mau masuk, nggak kasian apa kalau ada nini-nini atau aki-aki
renta mana bisa melawan kebrutalan arus masuk penumpang. Nah, yang lebih kampret
ya gw. Selain ngata-ngatain ter-developing country, kadang suka kepancing juga
sih buat masuk ke dalam sebelum semua penumpang yang mau turun berhasil keluar. Yabes gimana,
persaingan ketat parah kalau gw nggak kayak gitu habislah gw.
Penumpang pendek
Sebagai penumpang dengan tinggi badan di bawah rata-rata,
lebih banyak ruginya daripada untungnya. Pertama, sudah kalau mau gantelan ke pegangan yang ada di bagian atas
kereta. Nyampe sih, tapi ya panjang tangan ngepas jadi lumayan effort. Sekali lagi, gw nyampe lho sama gantelan
di atas kereta. Tapi ya gw sih lebih milih pegangan di besi-besian yang ada di
deket pintu kereta, less effort dan deket pintu. Memudahkan gw kalau mau turun
juga. Selain repot buat gantelan, sebagai penumpang pendek, gw selalu
diketekin penumpang lain, i repeat, gw selalu diketekin penumpang lain. Selalu.
Apalagi kalau naik keretanya adalah di peak hour sore hari di hari kerja. Luar biasa
jahanamiyah!!! Udah penuh, sre-sore
udah pada keringetan bau acem dan mereka ngetekin gw secara masal!!! Ini tidak
termaafkan!! Nah, makanya simbol bau menyengat di bawah ini baiknya diganti aja pake gambar ketek, karena lebih merepresentasikan bau menyengat. Pun ketek menyengat jauh lebih mengerikan dari durian yang menyengat.
Gerbong wanita
Nah,
ini the ultimate turtore of KRL...bahahahahahaha. Eh, nggak tau juga sih, gw
pernah naik gerbong wanita pas tengah hari bolong sepi parah bahkan gw bisa kayang
atau tiger sprong. Jadi, setahu gw, gerbong wanita itu justru lebih kejam dari
gerbong umum lainnya. Sederhananya, persaingan/kompetisi sesame cewek itu kan
emang lebih nggilani daripada persaingan secara umum. Kalau lo pake gerbong
umum, masih bisalah ditemui penumpang laki waras dan baik hati yang kasi tempat
*pernah tuh gw ditawarin tempat di KRL, belom gw jawab tiba-tiba diserobot
sama bapak-bapak. God bless you pak!!* atau paling engga menyilakan kasi jalan
atau space. Di gerbong wanita
(denger-denger) sih ya jangan harap, semua disikut dan dilibas, sori ya Sis!!
Kereta dan
platform
Ya gua sih nggak
ngerti soal desain platform dan kereta. Ya kalao nanyain desain kereta sik
nggak mungkin, lha wong pasti standar hakul yakin. Nah, yang jadi masalah
adalah platformnya. Nggak safety first. Gimana ini ngomonginnya. Jadi gini, platform
di sepanjang rel itu kan tinggi disesuaikan dengan si KRL itu sendiri. Jadi ketika
penumpang akan naik, cukup melangkah normal buat masuk KRL dan nggak usah
manjat/setengah loncat karena perbedaan ketinggian yang lumayan banyak. Nah, di
sepanjang platform ini ada bagian rendah tempat penumpang lewat/nyebrang ke
platform yang letaknya berlawanan kalau-kalau kereta yang mau dinaikin letaknya
ada di sana. Nah, setiap kereta berhenti di suatu stasiun, biasanya ada bagian
pintu yang pas di bagian platform yang rendah. Mak!! Kalau ada penumpang yang
nggak ngeh terus loncat, bisa cilaka itu. Jatuh lumayang tinggi itu. Di beberapa
stasiun jarak pintu ke platform malah lumayan tinggi, jadi petugas stasiun
harus naruh tangga portable di depan pintu kereta setiap ada kereta yang
berhenti. Kadang juga nggak pas letak tangga sama pintu. Biasanya, biasanya
sih ya, jalur nyebrang penumpang untuk menuju platform di depannya itu dibikin di
bawah tanah. Digali gitu. Paling aman tuh. Selain nggak perlu ada bagian
platform yang rendah dan membahayakan penumpang, orang yang nyebrang pun nggak
khawatir kena risiko ada kereta lewat pas dia lagi nyebrang.
Jadwal KRL
Ini luar biasah
nggak usah di tanya. Pokonya Indonesia banget jadwal berantakan. Lumayanlah
untuk belajar sabar, meh! Problemnya bukan hanya para penumpang yang jadi
terlambat sampai ke tujuannya masing-masing, tapi penumpukan penumpang di suatu
stasiun yang paling nggilani, apalagi kalau udah peak hour. Yaolo udah jadi pasar
tumpah. Penumpang yang banyak kan bikin persaingan semakin ketat hasilnya
kebrutalan dan emosi pun meningkat!! Hyuk. Belum lagi kalau hujan dan rel
tergenang lumayan tinggi kan biasanya sistemnya jadi kacau, kereta nggak mau
beroperasi. Walhasil kereta bisa stuck di suatu tempat sambil nunggugenangan
air agak surut berjam-jam lamanya.
Kalau yang cerita pengguna KRL sehari-hari pasti lebih
shahih. Tapi yang pasti, salah satu pelajaran berharga dari naik KRL adalah 'you
dont know how brutal you are until being brutal is the only option you have.’
Be brutal!!
